Grafik Harga Dinar

Grafik Harga Dinar
25H Live Dinar Price Meter

Putuskan! Emas Sebagai Fesyen, Invesment atau ...

Pada tulisan sebelumnya, kita membahas tentang nilai lebih emas sebagai objek investasi paling murah, lindung harta paling mudah. Untuk memulai investasi, bahkan mengajarkan kebiasaan menabung pada anak-anak kita, tak perlu modal besar maupun ilmu yang mendalam tentang seluk beluk emas. Kita bisa memiliki emas dengan modal berapapun, dengan cara paling mudah. Hal yang tak bisa kita lakukan dengan jenis investasi lain seperti saham, reksadana dan property.

Pada pembahasan itu, kita tak sedikitpun menyinggung tentang emas dalam bentuk perhiasan sebagai bentuk investasi. Di sekitar kita, kaum ibu dan wanita umumnya masih sering kita dengar mengungkapkan bahwa emas dalam bentuk perhiasan adalah juga termasuk satu jenis investasi.

Dalam buku-buku tentang investasi umum, maupun yang khusus membahas tentang investasi emas, kita memang tak akan pernah dapat menemukan uraian tentang emas perhiasan. Di dalam buku-buku itu, yang disebut sebagai investasi adalah GOLD BAR (emas batangan) dan COIN (koin, baik umum maupun Dinar). Perhiasan disebut bukan investasi, meski paling banyak diminati.

Mengapa ? Karena perhiasan membutuhkan jasa pembuatan tertentu dan membebankan biaya pembuatan kepada pembeli / konsumen. Bila kita datang ke toko emas dan membeli perhiasan, kita harus membayar harga emas plus ongkos pembuatannya. Sebaliknya, ketika menjual, kita juga dikenakan ‘potongan’ ongkos pembuatan.

Nah ongkos pembuatan inilah yang seringkali subjektif, dan tak standar.
Toko emas juga biasa menyebut ongkos ini sebagai ‘ongkos susut’. Berapa besarannya ? Bervariasi mulai 10% s.d 20% dari harga emasnya. Praktek yang umum terjadi adalah, misalkan kita membeli emas dengan harga Rp 1.000.000, dan di hari yang sama kita menjualnya kembali, maka emas perhiasan kita bisa dihargai hanya Rp 860.000, atau tinggal 86% saja. Bandingkan dengan emas batangan (produksi Logam Mulia – Antam) yang membeli kembali dengan selisih 6% – 12% (artinya tinggal 88% - 94% nilainya) maupun Dinar (produksi Logam Mulia – Antam juga) yang akan dibeli kembali oleh agen dengan selisih maksimal 4% dari harga emas hari tersebut (atau nilainya relative tinggi, yaitu tinggal 96%).

Belum lagi jika kita menjualnya di toko lain, bukan di tempat kita membeli di awal, maka discount bisa lebih besar. Kita akan merasa tak nyaman dengan situasi ini. Tapi memang dari sanalah toko emas memperoleh keuntungan.

Apa artinya ini ? Emas dalam bentuk perhiasan tak akan menguntungkan dalam jangka waktu pendek - menengah (s.d 6 bulan) sekalipun, saat dimana emas dalam bentuk batangan dan Dinar telah menikmati hasil. Karena nilai emas per tahun menurut statistik naik 25% (bahkan saat sekarang karena krisis nilainya naik hingga 33% - 40%), maka jika kita membeli emas perhiasan, 6 bulan kemudian ketika kita perlu menjualnya, angka kenaikannya akan tergerus oleh discount ongkos pembuatan. Jadi bisa dikatakan kita malah rugi sebesar 12,5% - 14% = (1,5%).

Angka 12,5% adalah kenaikan rata-rata emas dalam 6 bulan. Angka 14% adalah discount ‘ongkos susut’ saat dibeli oleh toko emas.

Lebih parah lagi, jika perhiasan kita dinilai tak lagi ‘up-to-date’. Sehingga ketika kita menjual di toko emas tempat membeli sekalipun, emas perhiasan kita dinilai rendah (bahkan dengan diskon hingga 20%) karena tak bisa laku jika dijual langsung, harus dilebur dan dibuat ulang sebagai perhiasan. Makin rugi kita sebagai konsumen.
Investasi dalam bentuk emas perhiasan akan membawa keuntungan jika disimpan dalam waktu yang sangat panjang, dimana selisih harganya sudah cukup jauh melampaui ‘ongkos susut’nya yang besarnya 10% hingga 20%.

Sesuai fungsinya, yaitu sebagai produk fashion, emas perhiasan memberikan nilai guna (utilitas) terbesarnya adalah dalam bentuk pemakaian.
Digunakan sehari-hari atau bergaya dalam kesempatan tertentu yang mencerminkan prestise, misalnya. Sebagai fashion, ada unsur selera. Jadi yang diutamakan bukan keuntungan nominal seperti emas batangan atau Dinar.

Sementara emas batangan, utilisasinya adalah murni untuk investasi dan pelindung nilai harta / asset kita.

Dinar ? Selain untuk investasi, pelindung nilai harta (hedging), juga sebagai syiar. Dinar kita tahu adalah medium transaksi orisinal yang dikenal dalam Islam selain Dirham. Keduanya, disebutkan oleh Ibnu Kholdun dalam buku Muqoddimah, bahwa Allah menciptakan dua logam mulia itu untuk menjadi alat pengukur harga / nilai bagi segala sesuatu. Kita bersiap sedia dari sekarang untuk menyongsongnya.

Jadi tampaknya kita harus memutuskan dari awal, bentuk emas seperti apa yang akan kita miliki dengan tahu berbagai konsekuensinya. Silakan pilih, emas sebagai perhiasan sebagai fashion, atau emas batangan sebagai investment. Atau ‘beyond’ keduanya, yakni untuk juga kepentingan ukhrawi dengan Dinar sebagai pilihannya.

Wallahua’lam. 

written by Endy Junaedy Kurniawan

Solusi 3 in 1 ala Dinar

Assalamualaikum

Prinsip dasar pengelolaan keuangan konvensional yang kita kenal saat ini mengajarkan pada kita bahwa alokasi penghasilan / harta kita dikategorisasi peruntukannya menjadi 3 yaitu :
- PROTEKSI (mengamankan kelangsungan ekonomi rumah tangga dengan mempertahankan kemampuan ekonomi),
- SAVING (tabungan, simpanan) dan
- INVESTASI

Tingkatan penggunaan harta ini digambarkan dengan hirarki piramida, dimana penjelasannya adalah jika kita mempunyai harta yang berlebih dan sanggup mengalokasikan kepada ketiganya, maka alokasi terbesar adalah untuk proteksi dan menghidupi kegiatan sehari-hari (PROTEKSI), sebagian lebih kecilnya adalah untuk menabung (SAVING), dan alokasi terkecil adalah untuk INVESTASI.

Atau, jika penghasilan kita terbatas, pikirkanlah dulu untuk menjaga kelangsungan hidup keluarga kita. Jangan dulu berpikir untuk menabung (SAVING), apalagi INVESTASI.

Karena ini adalah konsep konvensional, maka bisa ditebak, tentu basisnya adalah uang kertas. Mata uang kertas tak mampu sekaligus mengakomodir ketiganya. Kita perlu pilah-pilah pengelolaannya.

Untuk PROTEKSI, keperluan sehari-hari kita letakkan uang di bank dan agar mudah kita tarik maka kita gunakan ATM, termasuk mengalokasikannya untuk asuransi (kesehatan, pendidikan), cicilan rumah, cicilan kendaraan, rekening telepon dan lainnya.

Untuk SAVING kita letakkan di tabungan (semoga tabungan di bank syariah).

Untuk INVESTASI kita letakkan di reksadana, tanah / properti, modal usaha langsung/bisnis, termasuk deposito..

Sementara kita tahu tidak mudah mengelola itu semua. Perlu disiplin. Perlu pengetahuan. Perlu waktu. Sementara tidak semua masyarakat kita punya disiplin, pengetahuan dan waktu. Bagaimana pula dengan saudara kita yang berpenghasilan pas-pasan. Jangankan untuk menabung, untuk sehari-harinya tak seluruhnya terpenuhi.
Apakah mereka tak berhak membangun ekonomi yang lebih kuat di masa mendatang ?

**

Ekonomi Islam itu adil dan mensejahterakan.
Ia seimbang dan memberi kesempatan siapapun untuk sejahtera. Dan sebagai bagian dari ekonomi Islam, Dinar dan Dirham juga demikian.

Dengan Dinar, setiap kita, dengan sederhana bisa mengelola ketiga peruntukan harta tadi. Cukup dengan disiplin, maka kita bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, sekaligus Dinar kita menjadi tabungan harta sekaligus juga investasi. Tak perlu konsultan keuangan pribadi.

Dengan nilai yang tetap (atau naik jika dilihat dari kacamata uang kertas rata2 25% tahun), kita bisa selamatkan hasil jerih payah kita, berjaga-jaga untuk kondisi darurat dan menabung untuk berabagai keperluan (pendidikan anak, haji, persiapan pensiun) sekaligus membuat harta kita terus bertambah nilainya.
3 solusi dalam 1 Dinar.

Allahua'lam.
Semoga bermanfaat.

Wassalam.

Dinar untuk Dunia

written by Endy Junaedy Kurniawan

Dinar adalah kata yang dikenal di seluruh dunia. Tentu saja Dinar dan Dirham Islam yang berbahan intrinsik Emas (22 Karat - 4,25 gram) dan Perak (murni - 2,975 gram). Bukan Dinar dan Dirham yang dijadikan label mata uang negara tertentu di beberapa negara timur tengah, yang pada dasarnya adalah mata uang kertas atau logam biasa. Dinar dan Dirham menyebarluas penggunaannya dan menjadi standar nilai tukar 3/5 bagian bumi ini, dimana kekhalifahan Islam membentang mulai Spanyol hingga ke Asia Tenggara. Maroko hingga Maluku. Palestina hingga Papua.

Satu Dinar di negara manapun adalah emas berbentuk koin dengan berat 4,25 gram, dan kadar emas 22 Karat. Standar warisan Umar ibn Khattab ini hingga sekarang menjadi acuan negara muslim manapun yang memproduksi Dinar secara lokal. Negara-negara tersebut mencetak dengan terbatas dan baru untuk konsumsi komunitas muslim.

Di Indonesia, Dinar dan Dirham dicetak oleh Unit Logam Mulia PT Aneka Tambang (ANTAM) semenjak awal tahun 2000. Sementara peredarannya sendiri (mayoritas tidak diedarkan oleh ANTAM melainkan oleh mata rantai distribusi komunitas penyimpan dan pengguna Dinar dan Dirham) mencapai Afrika Selatan, Malaysia, Brunei, Amerika dan Inggris. Pada Agustus 2003, Malaysia mencetak Dinarnya sendiri. Tak beda sama sekali dengan produksi Indonesia. Mengapa ? Karena acuannya satu yaitu Dinar yang telah distandarisasi oleh Umar ibn Khattab, yang mana bahkan berlaku terus hingga kekhalifahan Turki Ustmani sebelum runtuh hampir seabad lalu.

Kita mengenal dua fungsi uang yang lain yaitu “store of value” atau penyimpan nilai dan “medium of exchange” yaitu sebagai alat pertukaran atau transaksi. Sebagai store of value, Dinar ‘jagoannya’. Karena kandungan intrinsiknya adalah emas, maka tabiat emas-lah yang berlaku terhadapnya. Naik hingga rata-rata 25% nilainya per tahun. Bagaimana dengan uang kertas ?
Dari tahun ke tahun nilai uang kertas turun daya belinya. Inflasi rata-rata adalah 10% per tahun. Belum lagi jika dikurskan dengan mata uang asing, mata uang Rupiah tertekan makin dalam. Sebagai “store of value”, uang kertas ‘nggak banget’!

Jadi Dinar sejauh ini telah menjalankan 2 fungsi uang yaitu “unit of account” dan juga sebagai “store of value”. Bagaimana sebagai “medium of exchange” ? Disinilah problemnya. Undang-Undang Mata Uang banyak negara melarang transaksi dengan mata uang lain selain mata uang resmi negara tersebut, dengan alasan ‘menegakkan kedaulatan’. Kita tentu tahu bahwa negara-negara anggota IMF dikendalikan lalu lintas uangnya, cadangan emasnya, dan lain-lain. Sehingga upaya menggunakan Dinar secara terbuka tak dapat berjalan dengan baik. UU Mata Uang mengenakan pasal subversif bagi siapapun yang menggunakan medium selain mata uang asli negara dalam transaksinya.

Alhasil, saat ini kita masih harus memposisikan Dinar sebagai investasi, atau perhiasan dan koleksi.

Akan tetapi, arus bawah di masyarakat bekerja dengan caranya sendiri. Dalam komunitas-komunitas dalam lingkup yang makin meluas, Dinar dan Dirham makin sering digunakan untuk bertransaksi, dana zakat dan shadaqoh, membayar gaji pegawai, membeli kambing dan sapi untuk qurban, hadiah dan mahar.

Jika dalam lingkup terkecil saja Dinar dan Dirham dapat diterima, maka demikian juga yang seharusnya terjadi di komunitas muslim yang lebih luas dan telah punya pemahaman yang sama, di negara manapun, baik untuk transaksi maupun untuk diperjual-belikan. Perlu dipertegas pula bahwa emas adalah bahasa yang dimengerti universal. Dalam bentuk, desain dan ukuran apapun sesungguhnya emas dapat diterima di budaya dan lokasi manapun.

Komunitas muslim di Jerman, kabarnya telah terbiasa menggunakan Dirham sebagai alat transaksi diantara mereka ketika berbelanja, dan minum kopi.

Bank Islam Dubai, telah pula menjadikan Dinar dan Dirham sebagai komoditas yang telah beredar dalam pasar terbuka valuta asing.

Wallahua’lam